Oleh Selistiawati (Mahasiswi PNF Universitas Muhammadiyah Enrekang, Peserta Pertukaran Mahasiswa Merdeka Batch 4 di Universitas Negeri Malang)
Enrekang, Opini — Awal mengikuti kegiatan Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) Batch 4 di Universitas Negeri Malang (UM) saya agak ragu dan mengira bahwa mungkin saya akan sulit bersosialisasi di kegiatan ini nantinya. Namun, setelah bertemu teman-teman PMM yang notabenenya dari seluruh Nusantara, ternyata berinteraksi dengan mereka tidak sesulit yang saya bayangkan.
Walaupun kami berasal dari latar budaya, sosial, dan kultur yang berbeda tapi sebagai sesama pendatang kami menjalin hubungan layaknya keluarga. Di kegiatan PMM ini saya banyak mendapat wawasan dan pengalaman baru. Mulai dari saling bertukar cerita terkait budaya masing-masing, kehidupan sosial di Perguruan Tinggi asal, kultur kehidupan, hingga ke kepercayaan agama.
Dengan mengikuti kegiatan PMM ini, saya yang berasal dari daerah dengan mayoritas muslim mendapatkan banyak teman dengan kepercayaan yang berbeda-beda, seperti Kristen Protestan, Katolik, dan juga Hindu. Sehingga dengan begitu saya menjadi tahu sedikit terkait dengan seluk-beluk kepercayaan agama mereka.
Berpindah ke proses pembelajaran, beruntungnya baik dosen maupun mahasiswa yang ada di Universitas Negeri Malang sangat terbuka kepada kami sebagai mahasiswa PMM. Kami mengikuti kegiatan perkuliahan layaknya mahasiswa reguler.
Namun pembelajaran di UM ini bisa dibilang cukup ketat, mahasiswa harus memasuki kelas minimal 30 menit sebelum pembelajaran dimulai dengan toleransi keterlambatan 15 menit. Apabila ada mahasiswa yang telat lebih dari 15 menit itu, maka dia tidak diperbolehkan untuk mengikuti pelaksanaan pembelajaran dan dianggap absen atau tidak hadir.
Selain itu metode pembelajaran yang dilakukan lebih banyak ke tugas presentasi, observasi, hingga pengadaan project kelas untuk pengambilan nilai akhir semester. Biasanya untuk observasi dan project kelas, kami adakan di daerah pedesaan yang ada di pinggiran kota Malang. Belajar sambil mencari pengalaman.
Kemudian dari segi kultural, saya sempat mengalami culture shock dalam artian positif terkait harga makanan yang terbilang cukup murah dengan porsi yang cukup banyak. Selain itu, selama di Malang, kami tidak membutuhkan kipas angin atau semacamnya dikarenakan suasana di sana bisa dibilang cukup dingin dan sejuk.
Saya sangat bersyukur bisa mengikuti program Pertukaran Mahasiswa Merdeka Batch 4 di Universitas Negeri Malang. Bagiku Pertukaran Mahasiswa Merdeka adalah wadah pembelajaran budaya. (*)